Minggu, 09 Januari 2011

Syndrome of “Go Abroad” (SoGA) Part 3 of 3

Syndrome of “Go Abroad” (SoGA) Part 3 of 3

****
Setalah melakukan kick off, maka hal selanjutnya adalah BERINVESTASI. Hidup di dunia adalah investasi. Investasi di sini diartikan luas, yakni segala perbuatan yang kita lakukan adalah bentuk sumbangsih tidak hanya untuk saat itu melainkan juga masa mendatang. Perbuatan positif adalah investasi yang akan melahirkan hasil yang positif, sebaliknya perbuatan negatif merupakan investasi yang akan melahirkan hasil yang negatif pula. Jadikan “investasi” menjadi orientasi yang mengakar di hati dan pikiran sehingga kita tak pernah mengenal kata gagal. Apapun hasil dari usaha yang telah kita lakukan, itu adalah bentuk keberhasilan. Berhasil karena kita telah menjalani suatu proses yang merupakan investasi tak hanya untuk saat itu tapi juga untuk masa mendatang.

Sebagai contoh, saat dulu rekan-rekan penulis berusaha keras untuk membuat proposal PKM, namun pada akhirnya tidak membuahkan kucuran dana. Mereka hanya kehilangan salah satu tujuannya, namun tujuan terbersarnya yakni investasi yang didapatkan atas proses belajar telah dilakukan. Mereka belajar bagaimana cara berfikir ilmiah, menggali ide, mencari data, dan menulis sebuah proposal. Ini adalah investasi yang mungkin akan membuahkan hasil suatu saat nanti.

Contoh lain, salah seorang teman yang pada pertama kali mendaftar IELSP, namun tidak berhasil, bahkan dirinya tidak lulus tes dokumen. Dia hanya kehilangan satu kesempatan, namun di saat yang sama dia telah berinvestasi untuk berusaha lebih baik menghadapi kesempatan-kesempatan lainnya. Dia telah belajar bagaimana menghadapi tes TOEFL, mengisi formulir aplikasi, menulis esai, meminta surat rekomendasi dan lain sebagainya. Pada batch berikutnya dia kembali mendaftar. Tentunya dengan investasi yang telah dilakukannya dia bisa berbuat lebih baik, bahkan ternyata yang terbaik karena dia diterima dalam IELSP.

Tidak ada yang sia-sia, hanya masalah waktu. Mulailah investasi itu dengan hal-hal kecil dan terdekat. Jika ingin pergi ke luar negeri, maka sebelum itu tengoklah apa yang ada di dalam negeri. Jika ingin membawa nama baik universitas di tingkat internasional, maka harumkan dulu di tingkat nasional. Kita tak akan mungkin dihadapkan pada tantangan yang lebih besar di luar sana sebelum hal-hal kecil di sekitar kita bisa kita hadapi dengan baik. Mulailah berkontribusi di kampus, regional, hingga nasional, maka InshaAllah SoGA itu akan menular dengan sendirinya dan prestasi internasional pun akan pantas kita dapatkan. Semuanya bertahap dan akan menjadi indah pada waktunya.

Last but not Least adalah DOA. Doa akan mengembalikan kita pada poin yang pertama yakni iman. Doa adalah bagaimana kita berkomunikasi dengan Tuhan dan pada akhirnya menambah keyakinan kita. Doa akan menyempurnakan segala ikhtiar yang dilakukan dengan maksimal. Nah, khusus untuk masalah yang satu ini penulis punya beberapa pengalaman yang akan penulis bagi melalui tulisan yang disumbangkan dalam buku FIM 7. Saat ini telah selesai tahap editing dan inshaAllah akan diterbitkan dalam waktu dekat.

Pernah dengar istilah: Buku adalah jendela dunia? Sehingga dengan membaca seakan-akan kita telah melihat dunia. Istilah tersebut telah menjadi inspirasi bagi penulis dan seorang sahabat. Kami berdua menganut pemahaman bahwa tidak cukup melihat dunia dari balik jendela:buku. Kita harus keluar dari jendela untuk merasakan dunia yang sesungguhnya. Sekali kita telah berhasil melangkahkan kaki di luar sana, maka seakan-akan kita bebas menentukan destinasi belahan bumi selanjutnya untuk melangkah.

Istilah ke dua yakni: Bumi itu bulat. Kata siapa bumi itu bulat? Christopher Columbus adalah orang pertama yang dianggap gila karena menentang teori Ptolomeus  yang menyatakan bahwa bumi itu datar. Lalu Columbus tak hanya sekedar berkata, diapun membuktikan bahwa bumi itu bulat. Setelah dia berhasil maka, sekarang semua orang pasti percaya bahwa bumi itu bulat.  

Apakah kita pernah mengkritisi hal sederhana ini. Kita percaya bahwa bumi itu bulat, sedangkan kita belum pernah membuktikannya sendiri. Kita hanya sebatas percaya kata orang saja sehingga sering mengatakan sesuatu dengan embel-embel, “kata si A...begini, begini dan begini”. Tentu itu tak cukup, karena kita harus mengatakan sesuatu yang benar-benar kita alami bukan yang hanya kita dengar dari orang lain. Inilah yang menjadi salah satu hal sederhana yang memotivasi penulis. Bahwa saya harus membuktikan kalau bumi itu bulat.

Dulu sejak di sekolah dasar yang terletak di daerah perdesaan, penulis senang ke perpustakaan yang terbatas koleksinya untuk membaca buku-buku tentang pengetahuan umum dan luar negeri. Saat itu penulis hanya melihat dunia dari balik jendela saja. Sebelum keluar dari perpustakaan maka penulis selalu menyempatkan waktu sejenak untuk melihat globe yang berbentuk bulat itu. Tak pernah bosan melihat negara-negara di Asia, Australia, Eropa, Afrika, dan Amerika sehingga di usia  sekecil itu penulis hafal sekian banyak letak negara dan ibukotanya. Semakin sering diperhatikan maka semakin timbul rasa penasaran.

Saat itu hanya ada 1 pertanyaan dan 1 keinginan dalam hati. Petanyaan bahwa: benar tidak ya tempat saya berpijak ini bentuknya bulat?  Sehingga timbul keinginan untuk menjawab pertanyaan itu dengan merasakan perbedaan waktu di belahan bumi lain dan keluar dari balik jendela untuk merasakan dunia.

Beberapa tahun silam keinginan di atas hanya berupa impian-impian anak desa yang tergoresan di atas kertas. Namun kekuatan iman dibarengi kegigihan dan kesungguhan serta doa telah membawa penulis meraihnya. Penulis telah berhasil ke luar jendela untuk merasakan dunia, serta membuktikan bahwa bumi itu bulat. Saat ini penulis bersiap untuk menginjakkan kaki ke negara ke lima dan terus mengejar impian-impian lainnya. Jika penulis bisa, kenapa kamu tidak.
(The End)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar