Minggu, 09 Januari 2011

Ketika VMJ Menyerang Aktivis (Part 2 of 3)

****
“Saya putuskan…untuk belum dulu menerima siapapun termasuk Akh Salim.” Jawaban yang amat membangun. Suasana hening sejenak.

"Shukran. Ana hanya perlu jawaban itu. Itu saja tidak lebih” Salim melepas senyumnya.

“Saya telah berkomitmen untuk menyelesaikan Studi S1 terlebih dahulu, begitu juga dengan orang tua saya. Afawan akh, barang kali Allah telah menyiapkan seorang bidadari yang lebih baik untuk antum”

Salim pergi meninggalkan Anya. Dia langsung memberi tahu hasilnya pada ku via SMS. Kami bertemu untuk membicarakan langkah selanjutnya. Langkah selanjutnya menurutku adalah aku harus mentraktirnya makan nasi goreng plus minuman jus jambu kesukaannya. Aku melihat wajah kecewa, meski dia berguman telah ikhlas.

Tahu sendiri lah rasanya ditolak. Mungkin ini yang namanya Broken heart. (Bagi yang pernah merasakan mungkin bisa berbagi pada yang lain. Di belakang panggung saja. Jangan kasih comment di sini, ntar dikira curhat). Salim membuka deretan SMS tausiyah dari Anya yang masih awet tersimpan di HPnya. Lalu dihapusnya satu per satu. Sebuah tindakan yang tegas. Nama Anya memang harus segera remove dari hatinya. Tapi ukhuwah tetap terjaga. Rencana pertama telah hangus. Saatnya bersiap untuk rencana ke dua.

Dua bulan kemudian, telah tersebar kabar bahwa Salim akan menikah pada pertengahan tahun ini. Alhamdulillah. Jodohnya ternyata bukan juga dengan si akhwat B. Ternyata menyiapkan planning B tak cukup, harus ada planning C. Saat walimahan aku merasakan sedikit aura energi negative dari Anya. Beberapa hari setelah itu pun dia sulit dihubungi dan terlihat lebih sering menyendiri. Mungkin dia memang ada perasaan terhadap Salim dan sedang mengkondisikan diri. Tapi keputusannya tepat untuk membuat prioritas dalam hidupnya sehingga semua bisa tertata rapih.

Akhwat seperti Anya tak seharusnya merasa patah hati, pasalnya nanti juga banyak yang ngantri.
Kembali bertemu dengan hari Sabtu. Bedanya kali ini dilemma semester kemarin tak lagi terjadi. Pasalnya aku tak perlu terusik oleh kerja part time sebab aku telah mendapat beasiswa mencakup biaya kuliah dan hidup. HPku berbunyi tanda SMS masuk.

“Akh, habis liqo. Ana pengen ngobrol. Urgent.” SMS dari Agung.
Hatiku mencurigai sesuatu. Isi SMSnya sama dengan SMS Salim waktu dulu. Jangan-jangan.....

***

"Ola, kenapa ya perasaan itu serasa aku nikmati. Setiap kali bertemu dan aku mencuri-curi pandang untuk memandang parasnya yang meneduhkan hati itu itu. Apa aku utarakan saja."

“Halah, Gung, Gung. Sampean kena sihirnya Anya. Asal kamu tahu yang konsultasi kayak gini ke aku tuh bukan Cuma satu orang. Makanya aku bosen. Trus kalau diutarakan habis itu mw ngapain? Ngapain nt utarakan, yang benar itu nt lamar supaya diajak nikah.”

“Nikah. Pastilah nanti setelah lulus. Tapi aku ingin mengutarakannya sekarang”

“Waduh, celaka kalau begitu. Trus selama satu tahun setengah menunggu kamu lulus kalian mau ngapain. Manahan derita atas perasaan yang salah haluan?”

“Taaruf?”

“Wah, sepertinya antum perlu ana ajak ke murrobi supaya dapat pencerahan. Kalau diutarakan sekarang bulan depan antum nikahi ya tak apa. Tapi kok masa nunggu tahun depan. Mau zina hati, dan terjerumus zina mata akhirnya zina tingkat tinggi. Saranku kalau memang belum siap penuh, tahan saja.. Alihkan perasaan itu. Hingga akhirnya mati. Toh, kamu ga akan rugi. Ketetapan atas jodoh itu, sekuat apapun tenaga, sebesar apapun badai, dan sekeras apapun usaha manusia, tetap tak kan bisa merubahnya. Ikhlas, sabar dan tawakal."

Kembali aku harus mengulangi kata ini: “DILEMATIS”. Nampaknya sedang musiman VMJ di LDK. Anya memang baik terhadap semua orang. Dia bersikap lembut dan ketika berbicara suara lembutnya itu barang kali sanggup membuat sebagian besar ikhwan normal berdesir hatinya. Pujian tentang dirinya tak hanya aku dengar dari teman-teman, tapi juga dosen. Sungguh memikat hati. Terlebih dia sering memforward SMS tausiah kepada para pengurus LDK. Ini sebenarnya jadi peluang bagi seorang ikhwan yang keGeEran.

Adalagi terkadang kedermawanannya juga berpotensi disalah artikan. Bayangkan apa yang seorang ikhwan lakukan ketika menerima pemberian dari seorang akhwat seperti Anya, padahal sebelum itu ada orang-orang lain yang juga mendapatkan barang yang sama. Tapi masa sih Anya harus bilang pada ikhwan tersebut: Aku juga memberi ini pada si A, si B hingga Z. Tidak mungkin kan. Jadi kadang-kadang pemberian itu bisa disalah artikan bagi yang kurang paham makna sedekah. Bersedekah itu kan diutamakan kepada anak terlantar dan fakir miskin, jadi ketika mendapat sesuatu, makanan, minuman atau apalah, anggap saja itu pemberian dari orang dermawan terhadap fakir miskin. Bukan begitu?

Dua bulan kemudian aku mendapat sinyal-sinyal bahwa Anya telah menerima khitbah seorang anak LDK. Surprise. Data di lapangan menyebutkan suspect kuat ikhwan dengan nama Agung Hariyadi. Emm, wah tidak sabar ingin mendengar berita gembira tersebut dari keduanya. Pantas saja minggu kemarin Anya bilang padaku ingin cepat-cepat penelitian supaya bisa lulus 3,5 tahun. Barang kali ini adalah faktor pemicunya. Atau bahkan mereka ingin menikah dalam beberapa bulan kedepan. Wah, wah, kalau benar begitu aku harus merubah kebiasaan yang tak boleh dilakukan pada calon istri teman sendiri. Bercanda berlebihan. SMS yang tak perlu apalagi malam-malam.

“Assalamu’alaikum warohmatullah.” Salim muncul dari belakang ku.

“Wa’alaikum salam. Kaif ya akh? Bagaimana istri?”

“Alhamdulillah bi khoir. Istri juga. Sekarang sedang ngisi satu bulah” dia mendekatkan wajahnya padaku. Nampaknya belum banyak orang yang tahu tentang berita itu.

“Alhamdulillah. Wah emang tok cer sampean.”

“Bagaimana kabar Anya?”

“Wah, sepertinya sebentar lagi dia akan menyusul antum.”

“Sama siapa?”

“Ana belum bisa jamin kepastiannya. Tapi ana sempat melihatnya boncengan dengan seorang ikhwan, anak LDK juga. Bahkan sempat tukar-tukaran HP. Nah, apa coba kalau tidak ada hubungan apa-apa antara keduanya. Ana pikir sih mereka sedang ta’arufan. Doakan saja semoga lancer dan dijaga dari fitnah”

“Ta’arufan? Hah, masih saja pakai metode jadul ala pacaran. Ana dengan istri saja gak pake bonceng-boncengan apalagi tukar-tukaran HP. Cukup Istikarah, lalu setelah merasa yakin, ya ta’arufan. Cuma satu bulan setelah itu langsung ijab Kabul. Dulu ketika ana bersama relawan lainnya terjun ke lapangan saat gempa Yogya, tak pernah satu pun ana melihat ada ikhwan yang membonceng akhwat. Itu di daerah gempa loh. Tapi mereka tetap konsisten pada prinsipnya. Anak zaman sekarang, perlu dibina benar, atau bahkan dibinasakan kebiasaan-kebiasaan yang tidak relevan dengan shariah seperti itu”

“Waduh, sudah-sudah. Koq jadi ngomongin orang lain. Ntar jadi gibah. Lagian ana tak terlalu ingin mengurusi yang seperti ini. Khawatir menular. Rencana a nikah masih lama. Ke luar negeri atau S2 dulu lah. Oh ya, afwan ana harus cabut sekarang. Ada janji”

“Jangan lupa antum harus pastikan dugaan antum tentang Anya tadi, jangan sampai menjadi fitnah. Apalagi kalau sampai anak-anak LDK lainnya pada tahu. Bisa-bisa karena nila setetes, rusak susu sebelanga”

TO BE CONTINUED TO PART III (LAST PART)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar