Jumat, 04 Februari 2011

I’m ALIVE (Lessons from Neighbors Part 1 of 5)

“Buku adalah jendela dunia, namun tak cukup melihat dunia dari balik jendela (buku). Kau harus ke luar untuk merasakan dunia yang sesungguhnya. Sekali kau berhasil melangkahkan kakimu di luar sana, maka kau seakan bebas untuk melepaskan langkahmu selanjutnya ke belahan bumi lainnya”. (SoGA-Syndrome of “Go Abroad”) “…

"bib bib..” suara nada pengingat pesan di hapeku.

SMS dari sahabatku Deby “Nyonyah” Fapyane.“Win, aku keterima internship. Ke Korea  lagee!” tak sempat menghela nafas, aku langsung menelpon Deby untuk mengucapkan selamat.

Aku luar biasa senangnya, meski beberapa detik sebelumnya aku manyun marun tidak biasa, setelah menerima email dari SEAMEO SPAFA yang berisikan:

Dear Edwinnata 
Thanks so much for your continued interest in the upcoming Youth Forum on Climate Change.The response to this event has been tremendous and over 100 abstracts were received for paper presentations. Sadly we can not accept all and also our funds are limited. Unfortunately we are not able to offer you sponsorship to attend the Forum.I am very sorry about that but should you be able to find your own funding you are certainly most welcome to attend as a participant. 
With best wishes, 
Kevinkevin@seameo-spafa.org

Itu adalah buah karya kebodohan otak kirikiku. Aku mengira ini adalah acara Scientific Meeting layaknya The 7th UNU&GIST Symposium yang aku ikuti dua tahun lalu di Gwangju Institute of Science and Technology, Korea Selatan. Saat itu aku berjaya karena abstrakku diterima  untuk dipresentasikan di acara yang diselenggarakan oleh pusat penelitian lingkungan PBB, International Environmental Research Center. Kejayaan itu bertambah lengkap setelah aku tahu bahwa hanya ada satu-satunya mahasiswa S1 yang terselip di antara mahasiswa S2, S3, doktor dan profesor dalam acara itu. Mahasiswa S1 itu tak lain adalah si bastard bernama Edwinnata.

Kini semuanya berbeda. Di acara Asia Pacific Forum: Youth Action on Climate Change through Cultural Expression ini aku masih saja mendaftarkan abstrak ilmiah. Abstrak ilmiah tentang mikro alga yang berisikan data dengan angka-angka konsentrasi minyak hasil ekstraksi, kadar  produktifitas  dan lalalalala. Sama sekali tak menyadari kalau di tema acaranya ada prase “Cultural Expression”. Mikro alga mana ada hugungannya sama cultural expression.Allah memang mengiringku untuk tidak main-main lagi, karena harus menyelesaikan sidang skripsi yang terdunda berapa kali. Kalau sidang tertunda, akan banyak dampak terhadap penundaan rencana lainnya.

Aku pun sudah mulai bosan dengan lusinan pertanyaan “kapan sidang?”, “udah sidang?”, sampai ada yang bilang “ga usah sidang sekalian saja!”. Entah sudah berapa orang yang bertanya, dari mulai satpam, marbot masjid Al Azhar hingga Wakil Rektor, dari mulai bertanya langsung, sms, hingga menulis comment di facebook. Bahkan baru saja aku tahu kalau draf skripsiku yang telah lama disimpan di rumah pembimbingku itu telah beralih fungsi menjadi buku corat-coret dan menggambar anaknya yang berumur 5 tahun.

Kesimpulannya adalah: ke Bangkok Workshop SEAMEO SPAFA?  Tidak untuk kali ini! Kapan-kapan saja!

***
Astaga! Kabar buruk. Kondisi seperti ini kenapa kerap kali terulang. Sama seperti keberangkatan pertamaku ke Bangkok tahun lalu aku baru berangkat ke bandara 40 menit sebelum check in desk ditutup. Masih kabar buruk, sama seperti perjalanan ke empat Negara sebelumnya, kali ini pun aku harus ditemmani oleh seorang gadis. Perjalanan bersama seorang gadis terkadang bisa menjadi berita gembira, tapi juga bisa menjadi bencana. Tatkala itu adalah istri atau istri wannabe maka itu adalah berita gembira. Bencana bila itu adalah sahabatmu yang membawa begitu banyak bawaan, hingga harus dititip di tas yang dibawa ke kabin atau bagasi. Tapi ini pelajaran berharga. Setidaknya aku bisa menjadikan simulasi kecil sebelum nanti berpetualang bersama pendamping hidup. Hehe.

Kabar baiknya, kali ini aku bukan memilih maskapai dengan branding “The Best Low Fare Airlines”, melainkan maskapai yang masih satu group dengan maskapai nasional negri Kangguru. Masih kabar baik, aku jua akan transit di Changi International Airport, Singapura. Sekali mendayung dua tiga pulau terlangkaui.

Lah, tunggu dulu. Bukannya di awal bilang kalau tidak akan ke Bangkok. Tapi sekarang tiba-tiba sudah mau menuju meja check in untuk berangkat ke negeri Singa dan negeri Gajah?  Ceritanya agak panjang. Perlu 13 mulut seperti yang dimiliki salah satu temanku bernama Raymonce Sembiring untuk menjelaskannya. Singkat kata, aku mendapatkan dana dari salah satu institusi pemerintah. Minta ke Universitas sangatlah tidak mungkin. Sepanjang 2008-2010 aku menjadi mahasiswa yang paling banyak menandatangani kwitansi di Bagian Keuangan, baik itu untuk kegiatan proyek internal kampus, organisasi, maupun perjalanan kegiatan dalam dan luar negeri. Meski kata teman-teman urat maluku sudah putus karena terkadang kurang mapan dalam mengendalikan diri, tapi aku masih punya rasa tau diri.

“Win gw udah check in. lo di mana?” sms dari Nor, yang akan menjadi partner petualangan kali ini.SMS Nor tak ku balas, karena aku sedang melahap makan malam di taksi sambil mengimbangi goncangan-goncangan kecil dalam mobil akibat rem-rem mendadak atau banting stir.Aku masih selamat karena masih bisa check in dan melewati imigrasi tepat waktu.

Akhirnya bertemulah dengan gadis belia nan jelita yang memiliki nama lengkap Nor Rofika Hidayah. Aku punya banyak teman-teman berprestasi dari penjuru negeri. Salah satunya adalah Nor, Mapres tingkat fakultas di Kampus yang terkenal dengan Jakun. Yang paling special dari Nor adalah nama bekenny:  Icrut. Benar-benar unik dan entah dari mana asal muasalnya. Tapi pasti ada sejarahnya.Pertama kali bertemu Nor sebagai sesama finalis di Danamon Young Leaders Award (DYLA), sebuah kompetisi bagi green leaders dari seluruh Indonesia. Para DYLAers adalah pemuda-pemuda yang konsisten di bidang lingkungan dan sustainable development. Prestasi-prestasi mereka tak kepalang tanggung hingga membawanya berhasil ke luar jendela.

Dalam hal berburu tiket murah, Nor juga konsisten. Dia yang selalu menuggui dinamika harga tiket maskapai-maskapai penerbangan murah. Nor pula lah yang pada akhirnya membuatku memutuskan untuk memilih maskapai yang transit di Singapura. Berteman dengan para anak bangsa yang cerdas memiliki banyak keuntungan, terutama karena mereka memiliki kemampuan problem solver yang baik dan jaringan yang luas (hingga lebih 1000 GPS di seluruh Indonesia dan kapal pelni. Numpang iklan). Di Bangkok nanti aku tak hanya bertemu teman-teman cerdas dari tanah air, melainkan se Asia Pasifik.Panggilan untuk naik ke pesawat sudah terdengar.

Aku bersiap lepas landas untuk menuju negri ke lima.

Langkah-langkahku menuju pesawat seakan diiringi oleh lirik lagu I’m Alive, Celine Dion:... 

I get wings to fly,
I feel that I’M ALIVE….

---------
More stories! Please visit: http://journeyou.blogspot.com/