Jumat, 11 April 2014

My Review for SSEAYP 2014 PPAN BABEL Part 1

Banyak sekali pemuda/i hebat di negri ini tak terkecuali di Bumi Serumpun Sebalai. Pemuda/i hebat yang berprestasi secara akademis, penelitian dan organisasi. Saya mungkin tak masuk dalam deretan pemuda/i hebat itu. Namun itu tak menjadi alasan penghalang saya untuk mencoba mengukur kemampuan dalam seleksi PPAN Babel beberapa tahun silam. Saya merasa, bukan kehabatan, melainkan keberuntungan yang pada akhirnya membawa saya menjadi bagian dari PCMI.

Pada tahun 2011 saya menjadi salah seorang yang beruntung dilantik oleh Kemenpora sebagai Indonesia Participating Youth (IPY) untuk berangkat ke Ship for Southeast Asian Youth Program (SSEAYP). Bersama dengan 300 pemuda lainnya oleh pemerintah Jepang saya dinobatkan sebagai Duta Muda atau istilah kerennya Young Ambassador of Good Will, atas partisipasi dan kontribusi dalam mempromosikan mutual understanding (rasa saling memahami) dan persahabatan antara Jepang dan negara-negara Asia Tenggara.
Saat itu usia saya 23 tahun-usia yang dimiliki oleh hampir separuh anggota kontingen Indonesia saat itu. Pemerintah Jepang memberikan persyaratan 18-30 tahun untuk peserta SSEAYP. Mengingat beberapa pertimbangan kemudian Pemerintah Indonesia merevisi syarat usia yakni khusus untuk IPY berusia minimal 20 tahun dan maksimal 30 tahun. Pengalaman yang sudah-sudah, usia 20 tahun pun bagi seorang IPY masih agak dini (baca: labil), maka 22 tahun adalah usia mimimun yang direkomendasikan bagi seorang IPY agar siap menikmati program.

SSEAYP adalah program yang sangat kompleks (saking kompleksnya SSEAYPSICKnya pun berkepanjangan). Selain komposisi di dalamnya yang beragam, peserta program yang berasal dari 11 negara pun menjadi warna tersendiri dalam program. Dalam persiapan, perlu dilakukan serangkaian training. Mulai dari training propinsi, training SII, pra-PDT dan PDT (Pre-Departure Training). Negara peserta lainnya termasuk Jepang melaksanakan PDT sebanyak 2 kali. Pada tahun ini Kemenpora berencana menerapkan hal serupa sehingga training SII dan pra-PDT akan dihapuskan. Jika itu dilaksanakan, SSEAYP menjadi satu-satunya program PPAN yang PDTnya dilaksanakan 2x (ICYEP melakukan pertemuan kontingen di awal namun untuk keperluan Medical Check Up).

Di dalam program selain berkerja dalam tim kontingen, setiap individu juga melaksanakan aktifitas dalam Solidarity Group (SG). Terdapat 11 SG, masing-masing SG beranggotakan sekitar 30 PYs dari 11 negera berbeda. Selain SG, ada pula Discussion Group (DG) dengan mekanisme grouping yang sama dengan SG. Potensi konflik dalam SSEAYP cukup besar, baik itu internal kontingen Indonesia, SG dan DG. Dalam kontingen, SG atau pun DG terdapat dinamika kelompok. Dalam suatu tugas seorang individu bisa menjadi leader, dalam tugas yang lain individu tersebut bisa menjadi follower. Setiap individu diberikan kesempatan untuk belajar, mengekspresikan diri dan melatih kemampuan team management.

Beban dalam program pun cukup tinggi. Mutual Understanding dan Friendship adalah tujuan dari program ini. Meski demikian, tak bisa dipungkiri adanya atmosfir persaingan antar negara sehingga setiap negara peserta mempersiapkan diri sebaik mungkin, misalnya dalam National Presentation, Discussion Program, dan sebagainya agar terlihat tampil optimal. Tidak sampai di situ saja, setiap individu pun dituntut berlomba-lomba untuk memberikan yang terbaik. Memang tidak ada kompetisi individu di sana, namun popularitas adalah hal yang tak bisa dilepaskan dalam program. Atmosfer keceriaan di SSEAYP mampu membuat seorang pemalu dan pendiam seperti saya menjadi banci tampil. Low profil memang diperlukan dalam SSEAYP, namun tetap dibarengi dengan keinginan untuk tampil baik sebagai leader dan follower atau pun sebagai partner yang helpful dalam grup. Orang-orang yang memiliki percaya diri, supel dan berkarisma, akan lebih mudah beradaptasi dan mendapatkan teman, atau orang-orang Toboali biasa menyebutnya dengan istilah mingle. Karakter yang kuat dengan daya tahan mental yang bagus juga diperlukan. Hal-hal di atas akan menjadi kunci kesuksesan individu dalam program.

Setelah menjadi alumni, saya selalu bersemangat untuk datang ke seleksi PPAN Babel. Bukan tak sedikit halangan atau agenda lain yang datang bertabrakan, namun sampai tahun ini Tuhan masih mengizinkan saya bertemu pemuda/i hebat para peserta Seleksi PPAN Babel . Kenapa selalu bersemangat datang seleksi? Istilah alaynya saya mau nyari brondong-brondong kece. Dalam bahasa sopannya karena saya akan mendapatkan adek baru dalam program. Biasanya punya adek baru itu bergauntung pabrik orang tua kita, maka kita ga bisa petantang petenteng pilih-pilih harus ikhlas sesuai cetakan pabrik. Kalau pabriknya cetak hidung mancung, ga boleh berharap banyak dengan hidung pesek (Maaf kalau ada permainan fisik di sini). Adek baru versi program ini saya bisa pilih-pilih tergantung bagaimana saya observasi karakter individu dan usaha yang ia lakukan selama seleksi.

Selama dua hari pertama saya berkenalan dengan para kandidat tahun ini, mulai dari tes kesenian individu dan kelompok, presentasi PPA, photo exhibition, hingga interaksi dalam kelompok. Terdapat tiga orang yang berhasil menyita perhatian saya khusus untuk SSEAYP. Mereka adalah Syafri Rahman, Najmu Fajri dan Yudi Pranata. Kemudian tiga orang ini akan saya eksplor lebih banyak pada saat sesi wawancara/interview.

(to be continued)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar