Senin, 14 Maret 2011

Akankah Saya Jadi Sarjana Pengangguran?


Baru saja minggu lalu saya sempat merasakan kegalauan karena ternyata saya dan seorang sahabat sekaligus rekan satu penelitian saya tidak bisa mendapatkan gelar sarjana kami pada pekan ini. Beruntung kegalauan itu tak berlama-lama menggangu hati dan pikiran saya. Cukup satu hari saja. Bahkan tidak sampai satu hari, hanya beberapa menit lah. Itu semua berkat kepiawaian saya mengatur suasana hati. Prinsip saya adalah: saya akan menemukan kebahagian itu dengan cara sendiri.


Iya dong. Semuanya itu kan tergantung kita memposisikan hati dan pikiran kita. Kebahagian itu bisa jadi bencana bagi orang-orang yang dengki. Sebaliknya bencana itu juga bisa jadi sumber kebahagiaan bagi orang-orang yang ikhlas. Pengalaman melewati hampir seperempat belahan bumi membuat saya menjadi orang yang pengen memposisikan segala sesuatu sebagai sumber kebahagiaan dan menyederhanakan permasalahan hidup.

Tapi ternyata permasalahan hidup memang tidak sesederhana itu Choi! Khususnya bagi para lulusan perguruan tinggi di negeri ini. Kenyataan  bahwa setiap satu sarjana dicetak maka hampir bisa dipastikan satu koleksi pengangguran bertambah di Indonesia.

“Bro, kerja di mana lo sekarang?” sms dari salah seorang kawan yang baru saja mendapatkan ijazah S1nya.
“Jobless. Lo gimana kerjaan? ”
“Gw lagi nganggur nih. Kalao ada proyek-proyek bagi-bagi yak”
“InshaAllah Gan. Kalo rejeki kagak ke mana J”

Saya kadang bingung. Tidak sedikit teman yang secara blak-blakan minta informasi kerja atau link kerjaan sama saya. Penah juga dalam satu hari saya menerima dua SMS dari teman yang nyari kerjaan. Atau adek kelas yang berbondong-bondong dateng buat nanya lowongan parttime. Atau yang nyamperin saya sambil bilang “Win ada orang dalem di perusahaan buat kerja ga?”. Wah mas mbak, dikira saya jobstreet berjalan apa. Haha. Tapi berenan loh ada salah seorang sahabat pernah bilang kalau saya ini jobstreet berjalan atau scholarship info berjalan. Maksudnya opo toh? Saya juga kagak ngarti dah.

Sebenarnya saya hanya ingin bercerita tentang kegalauan-kegalauan saya. Kegalauan pertama adalah tentang teman-teman yang telah lebih dahulu menjadi sarjana. Kegalauan kedua adalah soal pertanyaan para dosen, kaprodi, kabiro kemahasiswaan, adik-adik kelas dan sekian banyak orang. Pertanyaan apakah itu?  Ini bukan pertanyaan tentang sidang skripsi saya yang tak kunjung-kunjung tiba, melainkan tentang rencana saya setelah jadi sarjana. Wah, wah, sidang skripsi aja masih ga jelas buat saya apalagi jadi sarjana. Kegalauan ketiga adalah saya bingung bagaimana menjawab pertanyaan yang menjadi sebab kerisauan saya nomor dua. Tuluuuung!

Koq saya bisa galau karena teman-teman saya yang sudah mendapat gelar sarjana. Galau bukan karena saya iri hati melainkan simpati. Bagaimana tidak. Sampai saat ini tidak sedikit dari mereka yang menganggur. Atau ada yang sudah kerja tapi tak sesuai dengan passion yang dulu pernah diucapkan saat menjadi mahasiswa. Begini nih, ga sedikit kan rekan-rekan aktivis yang pas jadi mahasiswa ngaku-ngakunya punya idealisme, demo rektor, demo anggota dewan (saya mah ikut demo masak Farah Quin aja deh kalo ada). Sayangnya kebanyakan dari kita kagak pernah mendemo diri sendiri. Maka lihatlah pas udah lulus, terdesak dengan kebutuhan kerja yang tak jarang menindas idealisme. Hhh, manyun deh lo!

Generasi muda Indonesia saat ini punya jalan hidup rata-rata yang seolah sudah bisa ditebak. Mereka harus besusah payan menghadapi Ujian Nasional yang tetap dipertahankan meski menuai banyak protes. Tidak lulus, ya paket C. Lulus, harus bersusah payah ikut SNMPTN untuk masuk perguruan tinggi idaman. Ga lulus SNMPTN, lari ke PTS. Kuliah dimulai. Kenyataannya, kuliah itu masuknya susah, keluarnya apa lagi. Sudah keluar masih harus berhadapan dengan tantangan selanjutnya. Mengemban gelar “Sarjana Pengangguran”. Pontang panting ke sana ke mari untuk ikut job fair, submit lamaran kerja, menghadiri tes ini itu, dan interview. Lalu ditolak. Ironis.

Salah seorang sahabat saya, lulusan perguruan tinggi beken dan prestasinya keren mengakui kalau saat ini dia pengangguran. Sahabat saya ini mirip Om-om sehingga saya panggil saja Om. Saya sok tahu menebak-nebak kalau Om merasa amat tidak keren saat ini. Bayangin dong dia sudah menaklukan negeri Paman Sam, Eropa dan Asia Tenggara.  Dia punya prestasi sehingga berjaya di negeri orang, tapi tiba-tiba menjadi sarjana pengangguran di negeri sendiri.  Galau kan!

Hal yang sama dulu pernah dirasakan oleh sahabat saya lainnya, sebutlah Nyonyah, yang lulus 4 tahun dengan IPK yang bagusss. Gelar “Sarjana Pengangguran” itu dipikulnya lumayan lama sampai satu tahun.  Kenapa demikian? Sebenarnya Nyonyah punya idealisme yang patut saya acungi jempol. Dia nganggur bukan karena dia ga diterima di perusahaan, melainkan karena pilihan untuk mengejar impiannya menjadi peneliti. Itu saya ketahui melalui obrolan dalam sms:

“Nyah, lo ga minat kerja di Bank atau jadi marketing keq gitu? Gajinya kan nendang bok”.

 “ENGGAK Win, gua ga nyari gaji, tapi jati diri. Hati gua adalah peneliti” jawabanya membuat saya speechless seketika.

Mempertahankan idealisme itu memang tak mutlak tapi memperjuangkan impian atau passion itu memang harus. Maka dia berjuang untuk mewujudkannya. Dia melibas semua cemooh yang datang mungkin dari teman arisan mamanya atau tetangganya. Akhirnya setelah hampir setahun menganggur, dan sempat kerja sebulan di perusahaan, kini gerbang menuju impiannya telah terbuka. Nyonyah sekarang sedang bekerja di salah satu pusat penelitian linkungan PBB.

Nah saya yakin Om pun sekarang sama dengan Nyonyah. Om itu meski pengangguran, tapi tetap keren di mata saya. Tak ada yang sanggup melunturkan aura kerennya itu. Mau jadi pengangguran, perut buncit, bengkok atau lurus atau apa keq, dia tetap keren. Dia sedang mengejar passionnya. Dia sedang diberi Allah untuk menginvestasikan waktu luangnya agar mempersiapkan diri lebih baik menuju passionnya itu.

Begitulah harusnya sarjana di negeri ini. Lulus kuliah harus punya target dan career expectation agar tidak terbawa arus tanpa arah. Tidak asal masuk kantor dan menyingkirkan aspek keilmuan yang di dapat ketika kuliah. Jika setiap generasi muda memiliki passion karir sesuai dengan keilmuannya maka akan menstimulus masyarakat yang berfikir ilmiah untuk memajukan pembangunan Indonesia.

Dalam hati, apa kabar ya teman-teman lainnya yang KUPU-KUPU (Kuliah pulang 2X) atau yang “aktivis” ber IPKnya jelek (kadang kan ada tuh mahasiswa mengkambing hitamkan ke-sok-sibukannya di organisasi sebagai penyebab IPK jelek).

Lalu saya risau, kenapa sih orang-orang ini, mulai dari pejabat kampus, dosen, dan adik-adik kelas begitu terobsesi dengan pertanyaan-pertanyaan yang orang tua saya sendiri saja tak pernah menanyakan. Ayah saya sampai detik ini tidak pernah bertanya: “mau ke mana habis lulus kuliah?” atau “mau kerja di mana nanti?”. Satu-satunya pesan Ayah adalah: jangan buru-buru pulang kampong Karena tergiur gaji buta CPNS di sini (aduh ayah saya sekali-kalinya kalau ngomong bisa memancing huru hara, tapi take easy aja lah).

Saya pun kemudian bingung menjawabnya. Sebenarnya saya sudah punya jawaban. Tapi saya ini adalah tipe yang tidak mau berkoar-koar dulu sebelum saya bertindak. Saya lebih baik memeluk keinginan dan impian saya lekat-lekat dengan sesekali membukanya untuk orang-orang terdekat saya agar menjadi inspirasi buat mereka. Maka setiap ditanya dengan pertanyaan yang membingungkan itu, saya hanya menjawab: kalo ga kerja, ya sekolah lagi, biar segera mulai usaha kecil-kecilan, tergantung rejekinya. Singkat, padat, akurat. Tapi ternyata tidak selesai sampai di situ. Ada yang punya bakat terpendam jadi wartawan infotainment. Mereka ini yang tidak puas dengan jawaban saya, kembali melayangkan pertanyaan: kalo kerja nanti di mana? Kalo mw sekolah rencanaya ke mana? Emang mau buka usaha apa? Saya yang tidak mau repot kembali mengulangi frase terakhir pada jawaban sebelumnya: ya tergantung rejeki.

----
More stories! Please visit http://journeyou.blogspot.com


2 komentar :

  1. betulll setuju sama ka edwin, kenapah yah org kerja gak sesuai passionnya,. jarang yah yg tny lo ka apa passion lo pas kerja nanti.... ????

    BalasHapus
  2. win, gw geer ini nieh,, koq salah satu tokoh yg diceritakan itu gw yaa. hahaha
    but, good job win! like to read your writing. -si om-

    BalasHapus